Seorang raja akan menghukum mati terhadap seorang tukang kayu dengan alasan kesalahan yang tidak jelas. Berita tentang keputusan itu bocor kepada si tukang kayu sebelum pengumuman resmi dikeluarkan. Akbatnya, malam itu si tukang kayu tidak bisa tidur memikirkan hukuman mati yang akan diterimanya besok. Ia tidak bisa memejamkan mata karena tidak bisa tenang memikirkan hari esok. Istrinya yang melihat suaminya tidak bisa tenang, banyak pikiran sehingga tidak bisa tidur berkata kepada suaminya, “Tidurlah di malam ini seperti malam-malam sebelumnya. Tuhan hanya satu, sementara pintu keluar dari satu masalah sangat banyak.” Kalimat itu bisa masuk ke relung hati yang paling dalam sehingga bisa tenang dan tentram si tukang kayu kemudian ia bisa tertidur pulas.
photo by Mohsin Nisar
Pada pagi hari ada seorang yang mengetuk
pintunya. Tukang kayu kembali mulai panik, ia memikirkan hukuman yang akan ia
terima. Ketika ia beranjak hendak membuka pintu, pikirannya kacau kemana-mana,
tatkala dibuka ternyata ada para pengawal raja yang hendak menemuinya. Ia ulurkan
kedua tangannya dengan maksud diikat oleh pengawal istana. Para pengawal
terheran dengan yang dilakukan tukang kayu seraya berkata, “Raja sudah wafat,
kami memintamu untuk membuatkan peti mati untuk baginda.” Seketika itu wajah
tukang kayu berubah ceria. Kemudian ia mengarahkan wajah ke istrinya sebagai
tanda maaf dan istrinya tersenyum.[1]
Allah memiliki satu juta pintu keluar dari
satu masalah. Manusia seringnya memikirkan dari sisi kemanusiaan dengan usaha
manusia itu sendiri. Mereka lupa yang menciptakan mereka siapa, mereka lalai
bahwa ada Dzat yang tanpa batas. Manusia itu terbatas dengan apa yang mereka
sanggupi, akal mereka terbatas, tidak bisa menguasai semua ilmu yang ada di
dunia ini. Tubuh manusia terbatas hanya sanggup mengerjakan sesuai dengan porsi
manusia. Maka diluar kesanggupan manusia ada Allah yang menciptkan alam
semesta. Ada Allah yang mengetahui segalanya. Ada Allah yang bisa memudahkan
dan memberikan jalan keluar dari setiap ujian, cobaan dan problem yang kita
hadapi. Waallah a’lam
[1] Ibnu Basyar, Menjadi Bijak dan Bijaksana (Jakarta,
Gema Insani 2016) hal 1-2